Jumat, 18 November 2016

makalah Tafsir



MAKALAH
PENJELASAN TAFSIR
Q.S AL-BAQARAH 235-237

Dosen
Istikhori, H.S.S.I., SS, LC, MA

Dibuat untuk memenuhi Tugas Kelompok dan Presentasi
Pada mata kuliah Tafsir






                                                            Disusun oleh: Kelompok 7
         Fitri Riani 
     Muharam Purnama
        Neng Pinda
          Nursyifa

                                     SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUKABUMI
Jl. Lio Balandongan Sirnagalih No.74 Kel.Citamiang Telp(0266)224566  
Kota Sukabumi 1435 
KATA PENGANTAR

Mari kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan Karunia-Nya lah, sehingga Makalah tentang tafsir Q.S Al-Baqarah ayat 235-237 ini dapat di susun dengan sebaik - baiknya.
Mudah-mudahan Makalah ini dapat bermanfaat meskipun banyak kekurangan dalam penyusunannya, karena penulis hanyalah insan biasa yang memiliki kekurangan dan kesempuraan hanyalah milik Allah SWT.
Makalah ini di susun dengan sedemikian rupa, untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen pembimbing Istikhori, H.S.S.I., SS, LC, MA mata kuliah Tafsir yang mana, Makalah ini mencakup tentang “ Pembahasan tafsir Q.S Al-Baqarah ayat 235-237 “.
Diharapkan makalah ini dapat berguna dalam kegiatan pembelajaran sekaligus dapat memberikan informasi kepada kita tentang pelajaran Tafsir.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk dijadikan pedoman dan acuan selanjutnya.

Sukabumi, 19 November 2016  

           Penulis
          
      

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................  i
DAFTAR ISI ................................................................................................  ii
BAB  I    PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang ....................................................................   1
B.            Rumusan Masalah................................................................  2
C.            Tujuan Pembuatan Makalah  ...............................................   2
BAB II    PEMBAHASAN 
A.           Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 235-237 dan Terjemahannya 3
B.            Tahlilul Lafdzi .....................................................................  4
C.            Penjelasan Umum Qur'an Surat Al-Baqarah .......................  5
D.           Tafsirnya ..............................................................................  7
E.            Hukum yang Terdapat Dalam Kandungan Qur'an Surat
Al-Baqarah Ayat 235-237 ...................................................   9
BAB III  PENUTUP
A.           Kesimpulan  ......................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang Masalah
Pinangan (meminang/melamar) atau khitbah dalam bahasa Arab, merupakan pintu gerbang menuju pernikahan. Khitbah menurut bahasa, adat dan syara, bukanlah perkawinan. Ia hanya merupakan mukaddimah (pendahuluan) bagi perkawinan dan pengantar kesana. Khitbah merupakan proses meminta persetujuan pihak wanita untuk menjadi istri kepada pihak lelaki atau permohonan laki-laki terhadap wanita untuk dijadikan bakal/calon istri.
Seluruh kitab/kamus membedakan antara kata-kata "khitbah" (melamar) dan "zawaj" (kawin/menikah), adat/kebiasaan juga membedakan antara lelaki yang sudah meminang (bertunangan) dengan yang sudah menikah; dan syari'at pun membedakan secara jelas antara kedua istilah tersebut. Karena itu, khitbah tidak lebih dari sekedar mengumumkan keinginan untuk menikah dengan wanita tertentu, sedangkan zawaj (pernikahan) merupakan aqad yang mengikat dan perjanjian yang kuat yang mempunyai batas-batas, syarat-syarat, hak-hak, dan akibat-akibat tertentu.
Pinangan yang kemudian berlanjut dangan “pertunangan” yang kita temukan dalam masyarakat saat ini hanyalah merupakan budaya atau tradisi saja yang intinya adalah khitbah itu sendiri, walaupun disertai dengan ritual-ritual seperti tukar cincin, selamatan dll. Ada satu hal penting yang perlu kita catat, anggapan masyarakat bahwa pertunangan itu adalah tanda pasti menuju pernikahan, hingga mereka mengira dengan melaksanakan ritual itu, mereka sudah menjadi mahram, adalah keliru. Pertunangan (khitbah) belum tentu berakhir dengan pernikahan. Oleh karenanya baik pihak laki-laki maupun wanita harus tetap menjaga batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat.
Namun masa khitbah bukan lagi saat untuk memilih. Mengkhitbah sudah jadi komitmen untuk meneruskannya ke jenjang pernikahan. Jadi shalat istiharah sebaiknya dilakukan sebelum khitbah. Khitbah dilaksanakan saat keyakinan sudah bulat, masing-masing keluarga juga sudah saling mengenal dan dekat, sehingga peluang untuk dibatalkan akan sangat kecil, kecuali ada takdir Allah yang menghendaki lain.






B.           Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian makna umum dari surat Q.S Al-Baqarah ayat 235-237?
2.      Apakah sebab diturunkannya ayat tersebut ?
3.      Bagaimana kandungan hukum yang ada dalam surah Q.S Al-Baqarah ayat 235-237 ?
4.      Apa hukum mut'ah bagi orang yang ditalak ?

C.           Tujuan Penulisan Makalah
1.      Agar kita mengetahui secara detail tentang makna umum dari surah Q.S Al-Baqarah ayat 235-237
2.      Agar kita mengetahui sebab diturunkannya surah Q.S Al-Baqarah ayat 235-237
3.      dapat mengetahui hukum yang terdapat dalam kandungan qur'an surat al-baqarah ayat 235-237

















BAB II
PEMBAHASAN
TENTANG KHITBAH DAN HAK MAHAR

A.    Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 235-237 dan Terjemahannya
1.      Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 235
Ÿwur yy$oYã_ öNä3øn=tæ $yJŠÏù OçGôʧtã ¾ÏmÎ/ ô`ÏB Ïpt7ôÜÅz Ïä!$|¡ÏiY9$# ÷rr& óOçF^oYò2r& þÎû öNä3Å¡àÿRr& 4 zNÎ=tæ ª!$# öNä3¯Rr& £`ßgtRrãä.õtGy `Å3»s9ur žw £`èdrßÏã#uqè? #ŽÅ  HwÎ) br& (#qä9qà)s? Zwöqs% $]ùrã÷è¨B 4 Ÿwur (#qãBÌ÷ès? noyø)ãã Çy%x6ÏiZ9$# 4Ó®Lym x÷è=ö6tƒ Ü=»tFÅ3ø9$# ¼ã&s#y_r& 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ãNn=÷ètƒ $tB þÎû öNä3Å¡àÿRr& çnrâx÷n$$sù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# îqàÿxî ÒOŠÎ=ym ÇËÌÎÈ  
235. dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu[148] dengan sindiran[149] atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf[150]. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
[148] Yang suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah.
[149] Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam 'iddah karena meninggal suaminya, atau karena Talak bain, sedang wanita yang dalam 'iddah Talak raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan sindiran.
[150] Perkataan sindiran yang baik

2.      Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 236
žw yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ bÎ) ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# $tB öNs9 £`èdq¡yJs? ÷rr& (#qàÊ̍øÿs? £`ßgs9 ZpŸÒƒÌsù 4 £`èdqãèÏnFtBur n?tã ÆìÅqçRùQ$# ¼çnâys% n?tãur ÎŽÏIø)ßJø9$# ¼çnâys% $Jè»tGtB Å$râ÷êyJø9$$Î/ ( $ˆ)ym n?tã tûüÏZÅ¡ósçRùQ$# ÇËÌÏÈ  
236. tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), Yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.
3.      Qur'an Surah Al-Baqarah Ayat 237
bÎ)ur £`èdqßJçFø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br& £`èdq¡yJs? ôs%ur óOçFôÊtsù £`çlm; ZpŸÒƒÌsù ß#óÁÏYsù $tB ÷LäêôÊtsù HwÎ) br& šcqàÿ÷ètƒ ÷rr& (#uqàÿ÷ètƒ Ï%©!$# ¾ÍnÏuÎ/ äoyø)ãã Çy%s3ÏiZ9$# 4 br&ur (#þqàÿ÷ès? ÛUtø%r& 3uqø)­G=Ï9 4 Ÿwur (#âq|¡Ys? Ÿ@ôÒxÿø9$# öNä3uZ÷t/ 4 ¨bÎ) ©!$# $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÅÁt/ ÇËÌÐÈ  
237. jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, Padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu mema'afkan atau dima'afkan oleh orang yang memegang ikatan nikah[151], dan pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan.
[151] Ialah suami atau wali. kalau Wali mema'afkan, Maka suami dibebaskan dari membayar mahar yang seperdua, sedang kalau suami yang mema'afkan, Maka Dia membayar seluruh mahar.

B.     Tahlilul Lafdzi
1.      ﻋﺮﺿﺘﻢ : Melakukan sindiran, sindiran untuk mengkhitbah perempuan yaitu dengan mengucapkan perkataan yang menyerupai khitbah dan tidak terus terang tapi memberikan perumpamaan sebagai isyarat.
2.      ﺨﻄﺒﺔ ﺍﻠﻨﺴﺎﺀ : Meminta perempuan untuk menikah, meminang perempuan
3.      ﺃﻜﻨﻨﺘﻢ : Menutupi dan menyamarkan
4.      ﻻﺘﻮﺍﻋﺪﻮﻫﻦ ﺴﺮﺍ : Yang dimaksud sirrun di sini adalah nikah, jangan menjanjikan mereka yang sedang dalam masa iddah untuk menikah
5.      ﻋﻘﺪﺓ ﺍﻠﻨﻜﺎﺡ : Pengikatan, ikatan/akad nikah
6.      ﺃﺠﻟﻪ : Penghabisan, akhir masa iddah.
7.      ﻓﺎﺤﺬﺮﻮﻩ : Takutlah akan hukumannya dan jangan melanggar
8.      ﺤﻟﻴﻢ : Melambatkan hukuman dan tidak mempercepatnya, Allah melambatkan hukuman tapi tidak membiarkan
9.      ﺍﻟﻤﻮﺴﻊ : Orang yang dalam keadaan lapang karena kekayaannya, banyak hartanya
10.  ﺍﻟﻤﻘﺘﺮ : Orang yang dalam kesempitan karena kemiskinannya
11.  ﺘﻤﺴﻮﻫﻦ : Memegang sesuatu dengan tangan, menyentuh perempuan
12.  ﻓﺮﻴﻀﺔ : Apa yang telah ditetapkan Allah atas hamba-Nya, maksudnya di sini adalah mahar karena telah ditetapkan dengan perintah Allah
13.  ﻴﻌﻔﻮﻦ : Meninggalkan dan memaafkan, maksudnya adalah perempuan menjatuhkan haknya atas mahar

C.     Penjelasan Umum Qur'an Surat Al-Baqarah
1.      Surat Al-Baqarah Ayat 235
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa seorang laki-laki boleh mengucapkan kata-kata sindiran untuk meminang wanita yang masih berada dalam masa idahnya, baik idah karena kematian suami, maupun idah karena talak bain. Tetapi hal itu sama sekali tidak dibenarkan bila wanita itu berada dalam masa idah dari talak raj`i.
Kata-kata yang menggambarkan bawah si lelaki itu mempunyai maksud untuk menikahinya bila telah selesai idahnya. Umpamanya si lelaki itu berkata, “Saya senang sekali bila mempunyai istri yang memiliki sifat-sifat seperti engkau.” Atau ungkapan lainnya yang tidak mengarah pada berterus-terang. Sementara itu Allah melarang bila seorang laki-laki mengadakan janji akan menikahi secara sembunyi-sembunyi atau mengadakan pertemuan rahasia. Hal ini tidak dibenarkan karena dikhawatirkan terjadinya fitnah.
Allah tidak melarang seorang laki-laki meminang perempuan yang masih dalam masa idah talak bain, jika pinangan itu dilakukan secara sindiran, atau masih dalam rencana. karena Allah mengetahui bahwa manusia tidak selalu dapat menyembunyikan isi hatinya. Allah menghendaki pinangan tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan tetapi hendaknya dengan kata-kata kiasan yang merupakan pendahuluan, dilanjutkan nanti dalam bentuk pinangan resmi ketika perempuan tersebut telah habis idahnya. Pinangan dengan sindrian itu tidak boleh dilakukan terhadap perempuan yang masih dalam idah talak raj`i karena masih ada kemungkinan perempuan itu akan kembali kepada suaminya semula.
Cara seperti itu dikehendaki supaya perasaan wanita yang sedang berkabung itu tidak tersinggung juga untuk menghindarkan reaksi jelek dari keluarga bekas suami dan dari masyarakat umum. Karenanya Allah melarang melangsungkan akad nikah dengan wanita yang masih dalam idah. Suatu larangan yang haramnya adalah haram qath`i dan membatalkan akad nikah tersebut. Allah mengancam orang-orang yang menentang ketentuan ini dan Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati sanubari manusia. Namun demikian Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada orang-orang yang segera bertobat.
2.      Surat Al-Baqarah Ayat 236
Turunnya ayat ini menurut riwayat didahului oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi pada seorang sahabat dari kaum Ansar yang menikahi seorang perempuan. Dalam akad nikahnya tidak ditentukan jumlah mahar. Dan sebelum ia bercampur, istrinya tersebut telah ditalaknya. Setelah turun ayat ini maka Nabi memerintahkan kepadanya untuk memberikan mut'ah (hadiah) kepada bekas istrinya itu meskipun hanya berupa pakaian tutup kepala.
Seorang suami yang menjatuhkan talak pada istrinya sebelum bercampur dan sebelum menentukan jumlah maharnya ia tidak dibebani membayar mahar tetapi ia diwajibkan memberi mutah, yaitu pemberian untuk menimbang-rasa bekas istrinya. Besar kecilnya jumlah pemberian tersebut tergantung pada suami, yang kaya sesuai dengan kekayaannya dan yang tidak mampu sesuai pula dengan kadar yang disanggupinya. Pemberian mutah tersebut merupakan suatu kewajiban atas laki-laki yang mau berbuat baik.
3.      Surat Al-Baqarah Ayat 237
Jika seorang suami menjatuhkan talak sebelum bercampur sedangkan ia telah menentukan jumlah mahar maka yang menjadi hak bekas istrinya itu adalah separoh dari jumlah tersebut yang dapat dituntutnya selama ia tidak merelakannya. Perempuan tersebut dapat menerima penuh mahar itu tanpa mengembalikan seperduanya, jika bekas suaminya merelakannya.
Tindakan perelaan terhadap pelunasan mahar itu suatu hal yang lebih dekat kepada takwa. Sebab wajarlah seorang suami itu merelakannya jika perceraian itu terjadi karena keinginannya. Demikian pula wajar seorang istri merelakan hak yang mesti diterimanya dari mahar itu jika sebab-sebab perceraian datang dari pihaknya.
Dan janganlah dilupakan kemurahan hati dan hubungan yang baik yang pernah terjadi antara kedua suami istri meskipun sudah bercerai. Umpamanya dengan merelakan mahar. Allah Maha Melihat segala yang diperbuat oleh manusia. Dan hanya Allahlah yang membalas perbuatan masing-masing hamba-Nya.
Dua ayat ini menekankan soal pemeliharaan hak isteri saat perceraian dan menyatakan, seandainya dalam catatan perkawinan, kalian tidak menentukan mas kawin, maka dengan kalian memberikan hadiah yang sesuai kemampuan keuangan kalian, maka hadiah itu dapat mengobati kepahitan perceraian, dan ini adalah cara orang-orang yang baik dan saleh. Dan jika kalian telah menentukan jumlah mas kawin dan kalian telah menggauli mereka, maka kalian harus memberikannya secara penuh, kendati satu hari, dan jika kalian belum mencampuri mereka, maka lebih baik juga kalian berikan mas kawinnya secara penuh dan ini menandakan kedermawanan dan kemuliaan diri, dan paling tidak, anda berikan separuh atau sebagian darinya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
Ø  Keluarga Qurani adalah keluarga yang sekalipun telah bercerai, mereka tidak melupakan akhlak dan kemuliaan insani.
Ø  Dalam perceraian atau talak, kedua pihak selain harus menunaikan hak yang wajib, mereka dianjurkan supaya berpisah dengan kebesaran diri dan pengorbanan, bukannya dengan kebencian dan dendam serta pemberontakan. (IRIB Indonesia)

D.    Tafsirnya
1.      Zamakhsyari berkata : “rahasia” yang dimaksud dalam ayat diatas, adalah kinayah dari nikah yang nikah itu sendiri asal artinya ialah: bercampur. Dan dia itulah yang dirahasiakan (dalam perkawinan) itu. Seperti kata al A-‘sya:
ولا تقربن من جارة أن سرها
عليك حرام فانكحوا أو تاء بدا
          “Janganlah engkau mendekat seorang gadis
             Sesungguhnya rahasianya itu haram atasmu
             Kawinlah dia atau engkau sama sekali menjauh”
           
Kemudian kata ini dipergunakan untuk arti “kawin” yang berarti ‘aqad, karena ‘aqad itu suatu “sebab” terjadinya perkawinan
2.      Penyebab kata “azam” dalam ayat itu adalah lilmubalaghah larangan yang sangat keras untuk mengadakan perkawinan dalam ‘iddah, karena azam untuk perbuatan tersebut adalah merupakan muqaddimahnya. Kalau azam saja sudah dilarang, maka mengerjakan lebih dilarang.
3.      Allah mempergunakan kata “menyentuh” untuk arti bercampur, adalah suatu kinayah yang halus yang biasa digunakan dalam Al Qur’an.
Abu Muslim berkata : Kinayah yang dipergunakan Allah SWT untuk bercampur dengan menyentuh itu, sebagai didikan buat manusia agar dalam percakapannya sehari- hari selalu memilih kata- kata yang baik
4.      Khitbah dalam firman Allah:”Bahwa memaafkan itu jalan terdekat kepada taqwa” dan “jangan kamu lupakan kelebihan antara kamu” itu tertuju untuk pria dan wanita, yang disampaikan dengan mengambil cara “pada umumnya”.
Ar Razi berkata: Apabila pria dan wanita itu hendak disebut secara bersamaan, maka pada umumnya cukup dengan menyebutkan yang pria. Sebab, pria itulah yang pokok, sedang wanita adalah cabang. Misalnya anda mengatakan  فائم (laki- laki berdiri), kemudian anda hendak menyebut juga wanita, maka anda mengatakan قائمة (wanita berdiri)
5.      Hikmah wajibnya mut’ah kepada istri yang ditalak untuk menghiangkan perasaan keganasan talak dan mengurangi kejahatan harta terhadap dirinya.
Ibnu Abbas berkata : Apabila si laki- laki (suami) itu orang yang kaya, maka mut’ahnya berupa khadam (pelayan) dan apabila miskin, mut’ahnya berupa tiga helai baju.
6.      Diriwayatkan, bahwa Al Hasan bin Ali pernah memberikan mut’ah sebanyak 10.000, lalu perempuan itu berkata : “Mut’ah ini terlalu kecil, dari seorang habib (kekasih) yang menceraikan”. Adapun sebab dicerainya istrinya ‘Aisyah al Khats’amiyah itu ialah: bahwa ketika Ali terbunuh dan Al Hasan dibaiat sebagai Khalifah, Aisyah mengatakan : Rupanya kekuasaan Khalifah itu menyenangkan engkau, Ya Amiral Mukminin ! Maka Jawab al Hasan: Ali terbunuh, sedang engkau senang dengan kedudukan ini ? Pergi, engkau kutalak tiga ! begitulah, lalu Aisyah berselimut dengan jilbabnya, dan ia tetap menanti hingga habis masa iddahnya. Lalu oleh al Hasan dikirimnya mut’ah sebanyak 10.000, serta sisa mahar (Yang belum terbayar). Maka komentar Aisyah : Suatu pemberian (mut’ah) yang terlalu kecil dari seorang habib yang menceraikan. “setelah utusan itu menyampaikan hal itu kepada Hasan, maka hasan menangis, seraya berkata : Seandainya aku tidak menjatuhkan talak bain, niscaya kurujuk dia
E.     Hukum yang Terdapat Dalam Kandungan Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 235-237
1.      Hukum yang dapat diambil dari ayat 235
Dalam ayat ini allah menerangkan tentang kebolehan seseorang untuk meminang seseoramg yang ditalak bain oleh suaminya, sedangkan wanita tersebut dalam masa ‘iddah. Pinangan yang dilakukan harus dengan jalan sindiran atau tidak langsung kepadanya, dan itulah yang dimaksud dengan ‘aradhtum. Sebaliknya diharamkan meminang perempuan yang masih dalam masa ‘iddah dengan terus terang, karena dikahwatirkan wanita tersebut akan berdusta menerangkan ‘iddahnya sebab ia juga ingin cepat dinikahi oleh laki-laki yang meminangnya itu
2.      Hukum yang dapat diambil dari ayat 236
Penjelasan tentang hukum wanita yang dicerai sebelum dicampuri dan penyebutan jumlah maharnya, bahwasanya dia hanya mendapatkan mut’ah (pemberian) sesuai dengan kondisi ekonomi yang menceraikan, kaya atau miskin.
Keterangan hukum wanita yang dicerai sebelum dicampuri dan telah dikatakan padanya jumlah mahar, bahwasanya ia wajib
3.      Hukum yang dapat diambil dari ayat 237
Para ulama telah berijma; tentang ayat ini, seseorang yang menalak istrinya dan telah ditetapkan maharnya tapi belum dicampuri, maka wajib ia membayar separoh mahar yang telah disebutkan dalam akad nikah. Demikian juga telah sepakat ulama menerangkan, bahwa seseorang perempuan yang suaminya wafat dan belum sempat mereka itu bersatu, wajib dibayarkan kepadanya mahar penuh dan dia menerima pusaka dari suaminya itu dan dia juga menjalankan iddah wafat. Tetapi dia tidak berhak menerima mut’ah, dan berhak menerima mahar mitsil, andaikata tidak ditetapkan berapa maharnya ketika kawin. Kecuali jika perempuan yang telah tertalak tersebut mema’afkan laki-laki tadi, tidak usah membayarnya, atau diberi ma’af oleh orang ditangannya terpegang akad nikah




BAB III
PENUTUP


A.          Kesimpulan
Diperbolehkan dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf[150]. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Melakukan sindiran, sindiran untuk mengkhitbah perempuan yaitu dengan mengucapkan perkataan yang menyerupai khitbah dan tidak terus terang tapi memberikan perumpamaan sebagai isyarat
Allah tidak melarang seorang laki-laki meminang perempuan yang masih dalam masa idah talak bain, jika pinangan itu dilakukan secara sindiran, atau masih dalam rencana. karena Allah mengetahui bahwa manusia tidak selalu dapat menyembunyikan isi hatinya. Allah menghendaki pinangan tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan tetapi hendaknya dengan kata-kata kiasan yang merupakan pendahuluan, dilanjutkan nanti dalam bentuk pinangan resmi ketika perempuan tersebut telah habis idahnya. Pinangan dengan sindrian itu tidak boleh dilakukan terhadap perempuan yang masih dalam idah talak raj`i karena masih ada kemungkinan perempuan itu akan kembali kepada suaminya semula
Turunnya ayat ini menurut riwayat didahului oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi pada seorang sahabat dari kaum Ansar yang menikahi seorang perempuan. Dalam akad nikahnya tidak ditentukan jumlah mahar. Dan sebelum ia bercampur, istrinya tersebut telah ditalaknya. Setelah turun ayat ini maka Nabi memerintahkan kepadanya untuk memberikan mut'ah (hadiah) kepada bekas istrinya itu meskipun hanya berupa pakaian tutup kepala
Hikmah wajibnya mut’ah kepada istri yang ditalak untuk menghiangkan perasaan keganasan talak dan mengurangi kejahatan harta terhadap dirinya.
Ibnu Abbas berkata : Apabila si laki- laki (suami) itu orang yang kaya, maka mut’ahnya berupa khadam (pelayan) dan apabila miskin, mut’ahnya berupa tiga helai baju.
Dalam ayat Q.S Al-baqarah ayat 235 ini Allah menerangkan tentang kebolehan seseorang untuk meminang seseoramg yang ditalak bain oleh suaminya, sedangkan wanita tersebut dalam masa ‘iddah.  Ayat selanjutnya Al-baqarah [236] Keterangan hukum wanita yang dicerai sebelum dicampuri dan telah dikatakan padanya jumlah mahar, bahwasanya ia wajib. Para ulama telah berijma; tentang ayat ini surat Al-baqarah [237], seseorang yang menalak istrinya dan telah ditetapkan maharnya tapi belum dicampuri, maka wajib ia membayar separoh mahar yang telah disebutkan dalam akad nikah.



DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Abdul Halim, Tafsir al-Ahkam, Preada Mnedia Group: Jakarta,cet I. 2006
Hamidi, Muammal dan Imron A. manan, terjemahan Tafsir AYat Ahkam as-
Shobuni, Bina Ilmu: Surabaya. Cet I, 1983
Mustofa, Ahmad al-Maroghi,Terjemeah afsir al-Marogh, Toha Putra: Semarang, cet II,1993
Ali Ash Shobuni, Rowai’ul Bayan, tafsir Ayat Ahkam Minal Qur’an, diterjemahkan oleh
Muammal Hamidy dan Imron A. Manan, “Tafsir Ayat Ahkam Ash Shobuni”, Surabaya:Bina Ilmu, 1983
SYAMIL Al-Qur'an, Departement Agama RI, SYAMIL CIPTA MEDIA,2004