MAKALAH
PENJELASAN TAFSIR
Q.S AL-BAQARAH 235-237
Dosen
Istikhori,
H.S.S.I., SS, LC, MA
Dibuat untuk memenuhi Tugas Kelompok
dan Presentasi
Pada mata kuliah
Tafsir
Disusun oleh: Kelompok 7
Fitri Riani
Muharam
Purnama
Neng Pinda
Nursyifa
Jl.
Lio Balandongan Sirnagalih
No.74 Kel.Citamiang Telp(0266)224566
Kota Sukabumi 1435
KATA PENGANTAR
Mari kita panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan Karunia-Nya lah, sehingga
Makalah tentang tafsir Q.S Al-Baqarah ayat 235-237 ini dapat di susun dengan
sebaik - baiknya.
Mudah-mudahan Makalah ini
dapat bermanfaat meskipun banyak kekurangan dalam penyusunannya, karena penulis
hanyalah insan biasa yang memiliki kekurangan dan kesempuraan hanyalah milik
Allah SWT.
Makalah ini di susun dengan
sedemikian rupa, untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen pembimbing Istikhori,
H.S.S.I., SS, LC, MA mata kuliah Tafsir yang mana, Makalah ini
mencakup tentang “ Pembahasan tafsir Q.S Al-Baqarah ayat 235-237 “.
Diharapkan makalah ini
dapat berguna dalam kegiatan pembelajaran sekaligus dapat memberikan informasi
kepada kita tentang pelajaran Tafsir.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk dijadikan pedoman dan acuan
selanjutnya.
Sukabumi, 19 November 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang .................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................
2
C.
Tujuan Pembuatan
Makalah ............................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Qur'an Surat
Al-Baqarah ayat 235-237 dan Terjemahannya 3
B.
Tahlilul Lafdzi ..................................................................... 4
C.
Penjelasan
Umum Qur'an Surat Al-Baqarah ....................... 5
D.
Tafsirnya
.............................................................................. 7
E.
Hukum
yang Terdapat Dalam Kandungan Qur'an Surat
Al-Baqarah
Ayat 235-237 ................................................... 9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ......................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pinangan (meminang/melamar) atau khitbah dalam bahasa Arab,
merupakan pintu gerbang menuju pernikahan. Khitbah menurut bahasa, adat dan
syara, bukanlah perkawinan. Ia hanya merupakan mukaddimah (pendahuluan) bagi perkawinan
dan pengantar kesana. Khitbah merupakan proses meminta persetujuan pihak wanita
untuk menjadi istri kepada pihak lelaki atau permohonan laki-laki terhadap
wanita untuk dijadikan bakal/calon istri.
Seluruh kitab/kamus membedakan antara kata-kata "khitbah"
(melamar) dan "zawaj" (kawin/menikah), adat/kebiasaan juga membedakan
antara lelaki yang sudah meminang (bertunangan) dengan yang sudah menikah; dan
syari'at pun membedakan secara jelas antara kedua istilah tersebut. Karena itu,
khitbah tidak lebih dari sekedar mengumumkan keinginan untuk menikah dengan
wanita tertentu, sedangkan zawaj (pernikahan) merupakan aqad yang mengikat dan
perjanjian yang kuat yang mempunyai batas-batas, syarat-syarat, hak-hak, dan
akibat-akibat tertentu.
Pinangan yang kemudian berlanjut dangan “pertunangan” yang kita
temukan dalam masyarakat saat ini hanyalah merupakan budaya atau tradisi saja
yang intinya adalah khitbah itu sendiri, walaupun disertai dengan ritual-ritual
seperti tukar cincin, selamatan dll. Ada satu hal penting yang perlu kita
catat, anggapan masyarakat bahwa pertunangan itu adalah tanda pasti menuju
pernikahan, hingga mereka mengira dengan melaksanakan ritual itu, mereka sudah
menjadi mahram, adalah keliru. Pertunangan (khitbah) belum tentu berakhir dengan
pernikahan. Oleh karenanya baik pihak laki-laki maupun wanita harus tetap
menjaga batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat.
Namun masa khitbah bukan lagi saat untuk memilih. Mengkhitbah
sudah jadi komitmen untuk meneruskannya ke jenjang pernikahan. Jadi shalat
istiharah sebaiknya dilakukan sebelum khitbah. Khitbah dilaksanakan saat
keyakinan sudah bulat, masing-masing keluarga juga sudah saling mengenal dan
dekat, sehingga peluang untuk dibatalkan akan sangat kecil, kecuali ada takdir
Allah yang menghendaki lain.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian makna umum dari surat Q.S Al-Baqarah ayat 235-237?
2.
Apakah sebab diturunkannya ayat tersebut ?
3.
Bagaimana kandungan hukum yang ada dalam surah Q.S Al-Baqarah ayat
235-237 ?
4.
Apa hukum mut'ah bagi orang yang ditalak ?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
1.
Agar kita mengetahui secara detail tentang makna umum dari surah Q.S
Al-Baqarah ayat 235-237
2.
Agar kita mengetahui sebab diturunkannya surah Q.S Al-Baqarah ayat
235-237
3.
dapat mengetahui hukum yang terdapat
dalam kandungan qur'an surat al-baqarah ayat 235-237
BAB II
PEMBAHASAN
TENTANG
KHITBAH DAN HAK MAHAR
A.
Qur'an
Surat Al-Baqarah ayat 235-237 dan
Terjemahannya
1. Qur'an
Surat Al-Baqarah Ayat 235
wur yy$oYã_ öNä3øn=tæ $yJÏù OçGôʧtã ¾ÏmÎ/ ô`ÏB Ïpt7ôÜÅz Ïä!$|¡ÏiY9$# ÷rr& óOçF^oYò2r& þÎû öNä3Å¡àÿRr& 4 zNÎ=tæ ª!$# öNä3¯Rr& £`ßgtRrãä.õtGy `Å3»s9ur w £`èdrßÏã#uqè? #
Å HwÎ) br& (#qä9qà)s? Zwöqs% $]ùrã÷è¨B 4 wur (#qãBÌ÷ès? noyø)ãã Çy%x6ÏiZ9$# 4Ó®Lym x÷è=ö6t Ü=»tFÅ3ø9$# ¼ã&s#y_r& 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ãNn=÷èt $tB þÎû öNä3Å¡àÿRr& çnrâx÷n$$sù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# îqàÿxî ÒOÎ=ym ÇËÌÎÈ
235. dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu[148] dengan
sindiran[149] atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam
hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf[150]. dan janganlah
kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
[148]
Yang suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah.
[149]
Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam 'iddah
karena meninggal suaminya, atau karena Talak bain, sedang wanita yang dalam
'iddah Talak raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan sindiran.
[150]
Perkataan sindiran yang baik
2. Qur'an
Surat Al-Baqarah Ayat 236
w yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ bÎ) ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# $tB öNs9 £`èdq¡yJs? ÷rr& (#qàÊÌøÿs? £`ßgs9 ZpÒÌsù 4 £`èdqãèÏnFtBur n?tã ÆìÅqçRùQ$# ¼çnâys% n?tãur ÎÏIø)ßJø9$# ¼çnâys% $Jè»tGtB Å$râ÷êyJø9$$Î/ ( $)ym n?tã tûüÏZÅ¡ósçRùQ$# ÇËÌÏÈ
236. tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu
menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum
kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian)
kepada mereka. orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin
menurut kemampuannya (pula), Yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian
itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.
3.
Qur'an Surah Al-Baqarah Ayat 237
bÎ)ur £`èdqßJçFø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br& £`èdq¡yJs? ôs%ur óOçFôÊtsù £`çlm; ZpÒÌsù ß#óÁÏYsù $tB ÷LäêôÊtsù HwÎ) br& cqàÿ÷èt ÷rr& (#uqàÿ÷èt Ï%©!$# ¾ÍnÏuÎ/ äoyø)ãã Çy%s3ÏiZ9$# 4 br&ur (#þqàÿ÷ès? ÛUtø%r& 3uqø)G=Ï9 4 wur (#âq|¡Ys? @ôÒxÿø9$# öNä3uZ÷t/ 4 ¨bÎ) ©!$# $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? îÅÁt/ ÇËÌÐÈ
237. jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan
mereka, Padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka bayarlah
seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu
itu mema'afkan atau dima'afkan oleh orang yang memegang ikatan nikah[151], dan
pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan janganlah kamu melupakan
keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu
kerjakan.
[151] Ialah suami atau wali. kalau Wali mema'afkan,
Maka suami dibebaskan dari membayar mahar yang seperdua, sedang kalau suami
yang mema'afkan, Maka Dia membayar seluruh mahar.
B.
Tahlilul Lafdzi
1. ﻋﺮﺿﺘﻢ : Melakukan sindiran, sindiran untuk mengkhitbah perempuan yaitu
dengan mengucapkan perkataan yang menyerupai khitbah dan tidak terus terang
tapi memberikan perumpamaan sebagai isyarat.
2. ﺨﻄﺒﺔ ﺍﻠﻨﺴﺎﺀ : Meminta perempuan untuk menikah, meminang perempuan
3. ﺃﻜﻨﻨﺘﻢ : Menutupi dan menyamarkan
4. ﻻﺘﻮﺍﻋﺪﻮﻫﻦ ﺴﺮﺍ : Yang dimaksud sirrun di sini adalah nikah, jangan menjanjikan
mereka yang sedang dalam masa iddah untuk menikah
5. ﻋﻘﺪﺓ ﺍﻠﻨﻜﺎﺡ
: Pengikatan, ikatan/akad nikah
6. ﺃﺠﻟﻪ : Penghabisan, akhir masa iddah.
7. ﻓﺎﺤﺬﺮﻮﻩ : Takutlah akan hukumannya dan jangan melanggar
8. ﺤﻟﻴﻢ : Melambatkan hukuman dan tidak mempercepatnya, Allah melambatkan
hukuman tapi tidak membiarkan
9. ﺍﻟﻤﻮﺴﻊ : Orang yang dalam keadaan lapang karena kekayaannya, banyak
hartanya
10. ﺍﻟﻤﻘﺘﺮ : Orang yang dalam kesempitan karena kemiskinannya
11. ﺘﻤﺴﻮﻫﻦ : Memegang sesuatu dengan tangan, menyentuh perempuan
12. ﻓﺮﻴﻀﺔ : Apa yang telah ditetapkan Allah atas hamba-Nya, maksudnya di sini
adalah mahar karena telah ditetapkan dengan perintah Allah
13. ﻴﻌﻔﻮﻦ : Meninggalkan dan memaafkan, maksudnya adalah perempuan menjatuhkan
haknya atas mahar
C. Penjelasan Umum
Qur'an Surat Al-Baqarah
1. Surat
Al-Baqarah Ayat 235
Dalam ayat ini
dijelaskan bahwa seorang laki-laki boleh mengucapkan kata-kata sindiran untuk
meminang wanita yang masih berada dalam masa idahnya, baik idah karena kematian
suami, maupun idah karena talak bain. Tetapi hal itu sama sekali tidak
dibenarkan bila wanita itu berada dalam masa idah dari talak raj`i.
Kata-kata yang
menggambarkan bawah si lelaki itu mempunyai maksud untuk menikahinya bila telah
selesai idahnya. Umpamanya si lelaki itu berkata, “Saya senang sekali bila
mempunyai istri yang memiliki sifat-sifat seperti engkau.” Atau ungkapan
lainnya yang tidak mengarah pada berterus-terang. Sementara itu Allah melarang
bila seorang laki-laki mengadakan janji akan menikahi secara sembunyi-sembunyi
atau mengadakan pertemuan rahasia. Hal ini tidak dibenarkan karena
dikhawatirkan terjadinya fitnah.
Allah tidak
melarang seorang laki-laki meminang perempuan yang masih dalam masa idah talak
bain, jika pinangan itu dilakukan secara sindiran, atau masih dalam rencana.
karena Allah mengetahui bahwa manusia tidak selalu dapat menyembunyikan isi
hatinya. Allah menghendaki pinangan tersebut tidak dilakukan secara
terang-terangan tetapi hendaknya dengan kata-kata kiasan yang merupakan
pendahuluan, dilanjutkan nanti dalam bentuk pinangan resmi ketika perempuan
tersebut telah habis idahnya. Pinangan dengan sindrian itu tidak boleh
dilakukan terhadap perempuan yang masih dalam idah talak raj`i karena masih ada
kemungkinan perempuan itu akan kembali kepada suaminya semula.
Cara seperti
itu dikehendaki supaya perasaan wanita yang sedang berkabung itu tidak
tersinggung juga untuk menghindarkan reaksi jelek dari keluarga bekas suami dan
dari masyarakat umum. Karenanya Allah melarang melangsungkan akad nikah dengan
wanita yang masih dalam idah. Suatu larangan yang haramnya adalah haram qath`i
dan membatalkan akad nikah tersebut. Allah mengancam orang-orang yang menentang
ketentuan ini dan Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati
sanubari manusia. Namun demikian Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada
orang-orang yang segera bertobat.
2. Surat
Al-Baqarah Ayat 236
Turunnya
ayat ini menurut riwayat didahului oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
seorang sahabat dari kaum Ansar yang menikahi seorang perempuan. Dalam akad
nikahnya tidak ditentukan jumlah mahar. Dan sebelum ia bercampur, istrinya
tersebut telah ditalaknya. Setelah turun ayat ini maka Nabi memerintahkan
kepadanya untuk memberikan mut'ah (hadiah) kepada bekas istrinya itu meskipun
hanya berupa pakaian tutup kepala.
Seorang suami yang menjatuhkan talak pada istrinya sebelum
bercampur dan sebelum menentukan jumlah maharnya ia tidak dibebani membayar
mahar tetapi ia diwajibkan memberi mutah, yaitu pemberian untuk menimbang-rasa
bekas istrinya. Besar kecilnya jumlah pemberian tersebut tergantung pada suami,
yang kaya sesuai dengan kekayaannya dan yang tidak mampu sesuai pula dengan
kadar yang disanggupinya. Pemberian mutah tersebut merupakan suatu kewajiban
atas laki-laki yang mau berbuat baik.
3. Surat
Al-Baqarah Ayat 237
Jika seorang suami menjatuhkan talak sebelum bercampur sedangkan ia
telah menentukan jumlah mahar maka yang menjadi hak bekas istrinya itu adalah
separoh dari jumlah tersebut yang dapat dituntutnya selama ia tidak
merelakannya. Perempuan tersebut dapat menerima penuh mahar itu tanpa mengembalikan
seperduanya, jika bekas suaminya merelakannya.
Tindakan perelaan terhadap pelunasan mahar itu suatu hal yang lebih
dekat kepada takwa. Sebab wajarlah seorang suami itu merelakannya jika
perceraian itu terjadi karena keinginannya. Demikian pula wajar seorang istri
merelakan hak yang mesti diterimanya dari mahar itu jika sebab-sebab perceraian
datang dari pihaknya.
Dan janganlah dilupakan kemurahan hati dan hubungan yang baik yang
pernah terjadi antara kedua suami istri meskipun sudah bercerai. Umpamanya
dengan merelakan mahar. Allah Maha Melihat segala yang diperbuat oleh manusia.
Dan hanya Allahlah yang membalas perbuatan masing-masing hamba-Nya.
Dua ayat ini
menekankan soal pemeliharaan hak isteri saat perceraian dan menyatakan,
seandainya dalam catatan perkawinan, kalian tidak menentukan mas kawin, maka
dengan kalian memberikan hadiah yang sesuai kemampuan keuangan kalian, maka
hadiah itu dapat mengobati kepahitan perceraian, dan ini adalah cara
orang-orang yang baik dan saleh. Dan jika kalian telah menentukan jumlah mas
kawin dan kalian telah menggauli mereka, maka kalian harus memberikannya secara
penuh, kendati satu hari, dan jika kalian belum mencampuri mereka, maka lebih
baik juga kalian berikan mas kawinnya secara penuh dan ini menandakan kedermawanan
dan kemuliaan diri, dan paling tidak, anda berikan separuh atau sebagian
darinya.
Dari ayat tadi
terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
Ø Keluarga Qurani
adalah keluarga yang sekalipun telah bercerai, mereka tidak melupakan akhlak
dan kemuliaan insani.
Ø Dalam
perceraian atau talak, kedua pihak selain harus menunaikan hak yang wajib,
mereka dianjurkan supaya berpisah dengan kebesaran diri dan pengorbanan,
bukannya dengan kebencian dan dendam serta pemberontakan. (IRIB Indonesia)
D.
Tafsirnya
1. Zamakhsyari berkata : “rahasia” yang dimaksud dalam ayat diatas,
adalah kinayah dari nikah yang nikah itu sendiri asal artinya ialah: bercampur.
Dan dia itulah yang dirahasiakan (dalam perkawinan) itu. Seperti kata al
A-‘sya:
ولا تقربن من جارة أن سرها
عليك حرام فانكحوا أو تاء بدا
“Janganlah engkau mendekat seorang
gadis
Sesungguhnya rahasianya itu haram atasmu
Kawinlah dia atau engkau sama sekali menjauh”
Kemudian kata ini dipergunakan
untuk arti “kawin” yang berarti ‘aqad, karena ‘aqad itu suatu “sebab”
terjadinya perkawinan
2. Penyebab kata “azam” dalam ayat itu adalah lilmubalaghah larangan
yang sangat keras untuk mengadakan perkawinan dalam ‘iddah, karena azam untuk
perbuatan tersebut adalah merupakan muqaddimahnya. Kalau azam saja sudah
dilarang, maka mengerjakan lebih dilarang.
3. Allah mempergunakan kata “menyentuh” untuk arti bercampur, adalah
suatu kinayah yang halus yang biasa digunakan dalam Al Qur’an.
Abu Muslim berkata : Kinayah yang
dipergunakan Allah SWT untuk bercampur dengan menyentuh itu, sebagai didikan
buat manusia agar dalam percakapannya sehari- hari selalu memilih kata- kata
yang baik
4.
Khitbah dalam firman Allah:”Bahwa
memaafkan itu jalan terdekat kepada taqwa” dan “jangan kamu lupakan kelebihan
antara kamu” itu tertuju untuk pria dan wanita, yang disampaikan dengan
mengambil cara “pada umumnya”.
Ar Razi berkata: Apabila pria dan
wanita itu hendak disebut secara bersamaan, maka pada umumnya cukup dengan
menyebutkan yang pria. Sebab, pria itulah yang pokok, sedang wanita adalah
cabang. Misalnya anda mengatakan فائم (laki- laki berdiri),
kemudian anda hendak menyebut juga wanita, maka anda mengatakan قائمة (wanita berdiri)
5.
Hikmah wajibnya mut’ah kepada
istri yang ditalak untuk menghiangkan perasaan keganasan talak dan mengurangi
kejahatan harta terhadap dirinya.
Ibnu Abbas berkata : Apabila si
laki- laki (suami) itu orang yang kaya, maka mut’ahnya berupa khadam (pelayan)
dan apabila miskin, mut’ahnya berupa tiga helai baju.
6. Diriwayatkan, bahwa Al Hasan bin Ali pernah memberikan mut’ah sebanyak
10.000, lalu perempuan itu berkata : “Mut’ah ini terlalu kecil, dari seorang
habib (kekasih) yang menceraikan”. Adapun sebab dicerainya istrinya ‘Aisyah al
Khats’amiyah itu ialah: bahwa ketika Ali terbunuh dan Al Hasan dibaiat sebagai
Khalifah, Aisyah mengatakan : Rupanya kekuasaan Khalifah itu menyenangkan
engkau, Ya Amiral Mukminin ! Maka Jawab al Hasan: Ali terbunuh, sedang engkau
senang dengan kedudukan ini ? Pergi, engkau kutalak tiga ! begitulah, lalu
Aisyah berselimut dengan jilbabnya, dan ia tetap menanti hingga habis masa
iddahnya. Lalu oleh al Hasan dikirimnya mut’ah sebanyak 10.000, serta sisa
mahar (Yang belum terbayar). Maka komentar Aisyah : Suatu pemberian (mut’ah)
yang terlalu kecil dari seorang habib yang menceraikan. “setelah utusan itu
menyampaikan hal itu kepada Hasan, maka hasan menangis, seraya berkata :
Seandainya aku tidak menjatuhkan talak bain, niscaya kurujuk dia
E.
Hukum yang Terdapat Dalam Kandungan Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat
235-237
1. Hukum yang
dapat diambil dari ayat 235
Dalam ayat ini allah menerangkan tentang kebolehan seseorang untuk
meminang seseoramg yang ditalak bain oleh suaminya, sedangkan wanita tersebut
dalam masa ‘iddah. Pinangan yang dilakukan harus dengan jalan sindiran atau
tidak langsung kepadanya, dan itulah yang dimaksud dengan ‘aradhtum. Sebaliknya
diharamkan meminang perempuan yang masih dalam masa ‘iddah dengan terus terang,
karena dikahwatirkan wanita tersebut akan berdusta menerangkan ‘iddahnya sebab
ia juga ingin cepat dinikahi oleh laki-laki yang meminangnya itu
2. Hukum yang
dapat diambil dari ayat 236
Penjelasan
tentang hukum wanita yang dicerai sebelum dicampuri dan penyebutan jumlah
maharnya, bahwasanya dia hanya mendapatkan mut’ah (pemberian) sesuai dengan
kondisi ekonomi yang menceraikan, kaya atau miskin.
Keterangan hukum wanita yang dicerai sebelum dicampuri dan telah
dikatakan padanya jumlah mahar, bahwasanya ia wajib
3. Hukum yang
dapat diambil dari ayat 237
Para ulama telah berijma; tentang ayat ini, seseorang yang menalak
istrinya dan telah ditetapkan maharnya tapi belum dicampuri, maka wajib ia
membayar separoh mahar yang telah disebutkan dalam akad nikah. Demikian juga
telah sepakat ulama menerangkan, bahwa seseorang perempuan yang suaminya wafat
dan belum sempat mereka itu bersatu, wajib dibayarkan kepadanya mahar penuh dan
dia menerima pusaka dari suaminya itu dan dia juga menjalankan iddah wafat.
Tetapi dia tidak berhak menerima mut’ah, dan berhak menerima mahar mitsil,
andaikata tidak ditetapkan berapa maharnya ketika kawin. Kecuali jika perempuan
yang telah tertalak tersebut mema’afkan laki-laki tadi, tidak usah membayarnya,
atau diberi ma’af oleh orang ditangannya terpegang akad nikah
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Diperbolehkan dan tidak ada
dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar
mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf[150]. dan janganlah kamu
ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Melakukan sindiran, sindiran untuk mengkhitbah perempuan yaitu
dengan mengucapkan perkataan yang menyerupai khitbah dan tidak terus terang
tapi memberikan perumpamaan sebagai isyarat
Allah tidak melarang seorang laki-laki meminang perempuan yang
masih dalam masa idah talak bain, jika pinangan itu dilakukan secara sindiran,
atau masih dalam rencana. karena Allah mengetahui bahwa manusia tidak selalu
dapat menyembunyikan isi hatinya. Allah menghendaki pinangan tersebut tidak dilakukan
secara terang-terangan tetapi hendaknya dengan kata-kata kiasan yang merupakan
pendahuluan, dilanjutkan nanti dalam bentuk pinangan resmi ketika perempuan
tersebut telah habis idahnya. Pinangan dengan sindrian itu tidak boleh
dilakukan terhadap perempuan yang masih dalam idah talak raj`i karena masih ada
kemungkinan perempuan itu akan kembali kepada suaminya semula
Turunnya ayat ini menurut riwayat didahului oleh
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada seorang sahabat dari kaum Ansar yang
menikahi seorang perempuan. Dalam akad nikahnya tidak ditentukan jumlah mahar.
Dan sebelum ia bercampur, istrinya tersebut telah ditalaknya. Setelah turun
ayat ini maka Nabi memerintahkan kepadanya untuk memberikan mut'ah (hadiah)
kepada bekas istrinya itu meskipun hanya berupa pakaian tutup kepala
Hikmah wajibnya mut’ah kepada
istri yang ditalak untuk menghiangkan perasaan keganasan talak dan mengurangi
kejahatan harta terhadap dirinya.
Ibnu Abbas berkata : Apabila si laki- laki (suami) itu orang yang
kaya, maka mut’ahnya berupa khadam (pelayan) dan apabila miskin, mut’ahnya
berupa tiga helai baju.
Dalam ayat Q.S Al-baqarah ayat 235 ini Allah
menerangkan tentang kebolehan seseorang untuk meminang seseoramg yang ditalak
bain oleh suaminya, sedangkan wanita tersebut dalam masa ‘iddah. Ayat selanjutnya Al-baqarah [236] Keterangan hukum wanita yang dicerai sebelum dicampuri dan telah
dikatakan padanya jumlah mahar, bahwasanya ia wajib.
Para ulama telah berijma; tentang ayat ini surat Al-baqarah [237], seseorang yang menalak istrinya dan telah ditetapkan maharnya
tapi belum dicampuri, maka wajib ia membayar separoh mahar yang telah
disebutkan dalam akad nikah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Abdul Halim, Tafsir al-Ahkam, Preada Mnedia Group:
Jakarta,cet I. 2006
Hamidi, Muammal dan Imron A. manan, terjemahan Tafsir AYat
Ahkam as-
Shobuni, Bina Ilmu: Surabaya. Cet I, 1983
Mustofa, Ahmad al-Maroghi,Terjemeah afsir al-Marogh, Toha
Putra: Semarang, cet II,1993
Ali Ash Shobuni, Rowai’ul Bayan, tafsir Ayat Ahkam Minal Qur’an,
diterjemahkan oleh
Muammal Hamidy dan Imron A. Manan, “Tafsir Ayat Ahkam Ash
Shobuni”, Surabaya:Bina Ilmu, 1983
http://mansaripayalinteung.blogspot.co.id/2011/04/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-226- 237.html/16-November-2016/14:15
SYAMIL
Al-Qur'an, Departement Agama RI, SYAMIL CIPTA MEDIA,2004

Tidak ada komentar:
Posting Komentar